“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya!” (al-Ahzab: 56)
Penjelasan Makna Shalawat
Yang rajih (kuat) di antara definisi shalawat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kepada hamba-Nya adalah apa yang disebutkan oleh al-Imam al-Bukhari Rahimahullah dalam Shahih-nya secara mu’allaq dari Abul ‘Aliyah Rufai’ bin Mihran. Beliau berkata,
“Shalawat Allah kepada hamba-Nya adalah pujian-Nya kepada hamba di sisi para malaikat, sedangkan shalawat para malaikat adalah doanya.” (al-Hafizh Rahimahullah berkata, “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.” Lihat Fathul Bari, “Kitabut Tafsir”, 8/392)
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa shalawat para malaikat bermakna doa adalah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Para malaikat senantiasa bershalawat kepada hamba-Nya selama berada di tempat shalatnya. (Mereka mengatakan), ‘Ya Allah, berikan shalawat kepadanya. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, rahmatilah dia’.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim dari hadits yang panjang)
Ibnu ‘Abbas Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Mereka bershalawat yaitu mendoakan berkah.” (Diriwayatkan secara ta’liq dan disebutkan sanadnya oleh ath-Thabari Rahimahullah, lihat al-Fath, 8/393)
Makna ayat
Al-’Allamah as-Sa’di Rahimahullah berkata (bahwa di dalam ayat ini) terdapat penjelasan tentang kemuliaan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, ketinggian derajatnya, mulianya kedudukan beliau di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan di sisi makhluk-Nya, serta diagungkan penyebutannya. Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan para malaikat-Nya bershalawat, yaitu Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memujinya di hadapan para malaikat dan kelompok makhluk yang mulia, yang menunjukkan kecintaan-Nya kepadanya. Para malaikat yang dekat (dengan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala) juga memberikan pujian, mendoakan serta merendahkan diri kepadanya. Maka wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam dalam rangka mengikuti Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan para malaikat-Nya. Serta sebagai balasan baginya atas sebagian hak-hak beliau atas kalian dan untuk menyempurnakan keimanan kalian. Mengagungkannya, mencintai, dan memuliakannya, serta untuk menambah kebaikan-kebaikan dan menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian.” (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 671)
Ibnu Katsir Rahimahullah dalam menjelaskan maksud ayat ini mengatakan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala mengabarkan kepada para hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan Nabi-Nya di sisi makhluk-Nya yang tinggi yang Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memujinya di hadapan para malaikat yang dekat dan para malaikat pun bershalawat kepadanya. Kemudian (Allah Subhaanahu Wa Ta’ala) memerintahkan penduduk jagat raya bagian bawah (penduduk bumi) agar bershalawat dan mengucapkan salam atasnya, sehingga berkumpul segala pujian atasnya dari dua penghuni alam jagat raya, yang di atas dan yang di bawah. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/508)
Al-Qurthubi Rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan kemuliaan yang Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berikan kepada Rasul-Nya Shallallaahu ‘alaihi wasallam di saat hidup dan wafatnya. Serta menyebutkan kedudukan dan menyucikannya dari jeleknya perbuatan orang-orang yang memiliki pikiran buruk terhadap beliau atau terhadap istri-istrinya, dan yang semisalnya.” (Tafsir al-Qurthubi, 14/232)
Hadits-Hadits Anjuran Bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam
1. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Jangan kalian menjadikan kuburan sebagai (tempat) berhari raya dan jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan bershalawatlah kepadaku di mana pun kalian berada karena sesungguhnya shalawat kalian (itu) sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud no. 2042 dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah)
2. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan shalawat kepadanya 10 kali.” (Sahih, HR. Muslim no. 408)
3. Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya 10 shalawat, dihapuskan darinya 10 kesalahan, dan diangkat untuknya 10 derajat.” (HR. an-Nasa’i, 3/50 dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Waktu yang Dianjurkan untuk Bershalawat
1. Ketika nama beliau disebut
Berdasarkan hadits al-Husain bin ‘Ali Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Orang yang kikir adalah orang yang aku disebut di dekatnya, lalu dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi, Ahmad, dan lain-lain, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah dalam Irwa’ul Ghalil, 1/5)
Juga dari hadits Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Kehinaan bagi seseorang yang aku disebut di dekatnya, namun dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah dalam al-Irwa’,1/6)
2. Pada hari Jum’at
Berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari Jum’at, kerena sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku.” Mereka bertanya, “Bagaimana bisa disampaikan (kepadamu sedang jasadmu telah hancur)?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah mengharamkan tanah untuk memakan jasad para nabi.” (HR. Abu Ishaq al-Harbi dalam Gharibul Hadits dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah dalam al-Irwa’, 1/4 dan mempunyai syawahid [pendukung] yang lain)
3. Ketika masuk masjid
Berdasarkan hadits Fathimah Radhiyallaahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bila masuk masjid bershalawat untuk diri beliau sendiri dan berkata,
“Wahai Rabb-ku, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu!” (HR. at-Tirmidzi, 2/314, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah)
4. Saat berdoa
Berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Setiap doa terhijab (tertutup) hingga bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam.” (HR. ad-Dailami dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah)
5. Di waktu pagi dan petang
Berdasarkan hadits Abu Ad-Darda Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore hari 10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. ath-Thabrani dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah dalam ash-Shahihul Jami’)
Al-Munawi Rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil keutamaan shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Hal tersebut termasuk amalan yang paling afdhal serta zikir yang paling agung dan mengikuti (perintah) Al-Jabbar (Allah Subhaanahu Wa Ta’ala) dalam firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi’, kalau sekiranya tidak ada ganjaran lain bagi yang bershalawat kecuali mengharapkan syafaatnya, maka itu sudah cukup.” (Faidhul Qadir, hlm. 170—171)
6. Ketika tasyahhud dalam shalat
Berdasarkan hadits Fudhalah bin ‘Ubaid Radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya lalu tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau bersabda, “Orang ini tergesa-gesa.” Kemudian beliau memanggil dan berkata kepadanya:
“Jika salah seorang kalian shalat, maka hendaklah dia memulai dengan memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian bershalawatlah atas Nabi, lalu berdoa dengan apa yang dia kehendaki.” (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan disahihkan oleh asy-Syaikh Muqbil Rahimahullah dalam al-Jami’ ash-Shahih, 2/124)
7. Sesudah adzan
Berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan lalu bershalawatlah kalian kepadaku. Karena sesungguhnya barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali. Lalu mintalah wasilah untukku karena (wasilah) itu adalah satu kedudukan (yang tertinggi, red.) dalam jannah (surga) yang tidak sepantasnya (dimiliki) kecuali bagi seorang hamba di antara hamba-hamba Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Dan aku berharap (hamba) itu adalah aku. Maka siapa yang memintakan wasilah tersebut untukku, maka halal baginya syafaat.” (Sahih, HR. Muslim)
Cara Bershalawat
Ada beberapa riwayat sahih yang datang dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang tata cara bershalawat kepada beliau (lihat kitab Shifat Shalat an-Nabi karya asy-Syaikh al-Albani, hlm. 164—167).
Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3370) dan Muslim (no. 406) dari Ka’b bin Ujrah Radhiyallaahu ‘anhu. Ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami lalu kami pun berkata, ‘Kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?’ Beliau menjawab, “Ucapkanlah:
Diriwayatkan juga oleh Muslim (no. 405) dari hadits Abu Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu. Ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam datang kepada kami dan kami bersama Sa’d bin ‘Ubadah. Lalu Basyir bin Sa’d berkata kepada beliau, ‘Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memerintahkan kami bershalawat kepadamu, wahai Rasulullah. Lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?’ Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pun diam sehingga kami berangan-angan seandainya dia tidak menanyakannya. Lalu beliau bersabda, ‘Ucapkanlah:
Faedah
An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Apabila bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, hendaklah menggabungkan antara shalawat dan salam, serta tidak mencukupkan salah satunya. Maka janganlah ia mengatakan, ‘shallallahu ‘alaihi’ saja, dan tidak pula (hanya mengatakan) ‘alaihis salam’ saja.” (lihat al-Adzkar hlm. 98, an-Nawawi)
Sumber :
Shalawat Nabi Antara Sunnah dan Bid’ah
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal al-Bugisi)
Majalah Asy-Syariah Edisi 006
Penjelasan Makna Shalawat
Yang rajih (kuat) di antara definisi shalawat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kepada hamba-Nya adalah apa yang disebutkan oleh al-Imam al-Bukhari Rahimahullah dalam Shahih-nya secara mu’allaq dari Abul ‘Aliyah Rufai’ bin Mihran. Beliau berkata,
صَلَاةُ اللهِ ثَنَاؤُهُ عَلَيْهِ عِنْدَ الْمَلَائِكَةِ، وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ الدُّعَاءُ
“Shalawat Allah kepada hamba-Nya adalah pujian-Nya kepada hamba di sisi para malaikat, sedangkan shalawat para malaikat adalah doanya.” (al-Hafizh Rahimahullah berkata, “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.” Lihat Fathul Bari, “Kitabut Tafsir”, 8/392)
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa shalawat para malaikat bermakna doa adalah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ، اللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ
“Para malaikat senantiasa bershalawat kepada hamba-Nya selama berada di tempat shalatnya. (Mereka mengatakan), ‘Ya Allah, berikan shalawat kepadanya. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, rahmatilah dia’.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim dari hadits yang panjang)
Ibnu ‘Abbas Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Mereka bershalawat yaitu mendoakan berkah.” (Diriwayatkan secara ta’liq dan disebutkan sanadnya oleh ath-Thabari Rahimahullah, lihat al-Fath, 8/393)
Makna ayat
Al-’Allamah as-Sa’di Rahimahullah berkata (bahwa di dalam ayat ini) terdapat penjelasan tentang kemuliaan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, ketinggian derajatnya, mulianya kedudukan beliau di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan di sisi makhluk-Nya, serta diagungkan penyebutannya. Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan para malaikat-Nya bershalawat, yaitu Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memujinya di hadapan para malaikat dan kelompok makhluk yang mulia, yang menunjukkan kecintaan-Nya kepadanya. Para malaikat yang dekat (dengan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala) juga memberikan pujian, mendoakan serta merendahkan diri kepadanya. Maka wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam dalam rangka mengikuti Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan para malaikat-Nya. Serta sebagai balasan baginya atas sebagian hak-hak beliau atas kalian dan untuk menyempurnakan keimanan kalian. Mengagungkannya, mencintai, dan memuliakannya, serta untuk menambah kebaikan-kebaikan dan menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian.” (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 671)
Ibnu Katsir Rahimahullah dalam menjelaskan maksud ayat ini mengatakan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala mengabarkan kepada para hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan Nabi-Nya di sisi makhluk-Nya yang tinggi yang Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memujinya di hadapan para malaikat yang dekat dan para malaikat pun bershalawat kepadanya. Kemudian (Allah Subhaanahu Wa Ta’ala) memerintahkan penduduk jagat raya bagian bawah (penduduk bumi) agar bershalawat dan mengucapkan salam atasnya, sehingga berkumpul segala pujian atasnya dari dua penghuni alam jagat raya, yang di atas dan yang di bawah. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/508)
Al-Qurthubi Rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan kemuliaan yang Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berikan kepada Rasul-Nya Shallallaahu ‘alaihi wasallam di saat hidup dan wafatnya. Serta menyebutkan kedudukan dan menyucikannya dari jeleknya perbuatan orang-orang yang memiliki pikiran buruk terhadap beliau atau terhadap istri-istrinya, dan yang semisalnya.” (Tafsir al-Qurthubi, 14/232)
Hadits-Hadits Anjuran Bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam
1. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
لاَ تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيْدًا وَلاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُم تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“Jangan kalian menjadikan kuburan sebagai (tempat) berhari raya dan jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan bershalawatlah kepadaku di mana pun kalian berada karena sesungguhnya shalawat kalian (itu) sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud no. 2042 dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah)
2. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barang siapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan shalawat kepadanya 10 kali.” (Sahih, HR. Muslim no. 408)
3. Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطَيَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya 10 shalawat, dihapuskan darinya 10 kesalahan, dan diangkat untuknya 10 derajat.” (HR. an-Nasa’i, 3/50 dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Waktu yang Dianjurkan untuk Bershalawat
1. Ketika nama beliau disebut
Berdasarkan hadits al-Husain bin ‘Ali Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Orang yang kikir adalah orang yang aku disebut di dekatnya, lalu dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi, Ahmad, dan lain-lain, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah dalam Irwa’ul Ghalil, 1/5)
Juga dari hadits Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Kehinaan bagi seseorang yang aku disebut di dekatnya, namun dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah dalam al-Irwa’,1/6)
2. Pada hari Jum’at
Berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ. قَالُوا: كَيْفَ تُعْرَضُ عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ؟ قَالَ: إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari Jum’at, kerena sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku.” Mereka bertanya, “Bagaimana bisa disampaikan (kepadamu sedang jasadmu telah hancur)?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah mengharamkan tanah untuk memakan jasad para nabi.” (HR. Abu Ishaq al-Harbi dalam Gharibul Hadits dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah dalam al-Irwa’, 1/4 dan mempunyai syawahid [pendukung] yang lain)
3. Ketika masuk masjid
Berdasarkan hadits Fathimah Radhiyallaahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bila masuk masjid bershalawat untuk diri beliau sendiri dan berkata,
رَبِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Wahai Rabb-ku, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu!” (HR. at-Tirmidzi, 2/314, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah)
4. Saat berdoa
Berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ
“Setiap doa terhijab (tertutup) hingga bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam.” (HR. ad-Dailami dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah)
5. Di waktu pagi dan petang
Berdasarkan hadits Abu Ad-Darda Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِينَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أَدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore hari 10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. ath-Thabrani dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah dalam ash-Shahihul Jami’)
Al-Munawi Rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil keutamaan shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Hal tersebut termasuk amalan yang paling afdhal serta zikir yang paling agung dan mengikuti (perintah) Al-Jabbar (Allah Subhaanahu Wa Ta’ala) dalam firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi’, kalau sekiranya tidak ada ganjaran lain bagi yang bershalawat kecuali mengharapkan syafaatnya, maka itu sudah cukup.” (Faidhul Qadir, hlm. 170—171)
6. Ketika tasyahhud dalam shalat
Berdasarkan hadits Fudhalah bin ‘Ubaid Radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya lalu tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau bersabda, “Orang ini tergesa-gesa.” Kemudian beliau memanggil dan berkata kepadanya:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّناءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيَصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ثُمَّ لْيَدْعُ بِمَا شَاءَ
“Jika salah seorang kalian shalat, maka hendaklah dia memulai dengan memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian bershalawatlah atas Nabi, lalu berdoa dengan apa yang dia kehendaki.” (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan disahihkan oleh asy-Syaikh Muqbil Rahimahullah dalam al-Jami’ ash-Shahih, 2/124)
7. Sesudah adzan
Berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ، ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللهِ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan lalu bershalawatlah kalian kepadaku. Karena sesungguhnya barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali. Lalu mintalah wasilah untukku karena (wasilah) itu adalah satu kedudukan (yang tertinggi, red.) dalam jannah (surga) yang tidak sepantasnya (dimiliki) kecuali bagi seorang hamba di antara hamba-hamba Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Dan aku berharap (hamba) itu adalah aku. Maka siapa yang memintakan wasilah tersebut untukku, maka halal baginya syafaat.” (Sahih, HR. Muslim)
Cara Bershalawat
Ada beberapa riwayat sahih yang datang dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang tata cara bershalawat kepada beliau (lihat kitab Shifat Shalat an-Nabi karya asy-Syaikh al-Albani, hlm. 164—167).
Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3370) dan Muslim (no. 406) dari Ka’b bin Ujrah Radhiyallaahu ‘anhu. Ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami lalu kami pun berkata, ‘Kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?’ Beliau menjawab, “Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Diriwayatkan juga oleh Muslim (no. 405) dari hadits Abu Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu. Ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam datang kepada kami dan kami bersama Sa’d bin ‘Ubadah. Lalu Basyir bin Sa’d berkata kepada beliau, ‘Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memerintahkan kami bershalawat kepadamu, wahai Rasulullah. Lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?’ Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pun diam sehingga kami berangan-angan seandainya dia tidak menanyakannya. Lalu beliau bersabda, ‘Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Faedah
An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Apabila bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, hendaklah menggabungkan antara shalawat dan salam, serta tidak mencukupkan salah satunya. Maka janganlah ia mengatakan, ‘shallallahu ‘alaihi’ saja, dan tidak pula (hanya mengatakan) ‘alaihis salam’ saja.” (lihat al-Adzkar hlm. 98, an-Nawawi)
Sumber :
Shalawat Nabi Antara Sunnah dan Bid’ah
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal al-Bugisi)
Majalah Asy-Syariah Edisi 006
2 komentar
Hemz...thanks sob..
bermanfaat banget...
iya sob, tks kunjunganx...
“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]