Pengantar
Termasuk masalah yang banyak dipertanyakan hukumnya oleh sejumlah kaum muslimin, yang cinta untuk mengetahui kebenaran serta peduli dalam membedakan halal dan haram, adalah Multi Level Marketing (MLM). Transaksi dengan sistem MLM ini telah merambah di tengah manusia dan banyak mewarnai suasana pasar masyarakat. Oleh karena itu, seorang pebisnis muslim wajib mengetahui hukum transaksi dengan sistem MLM ini sebelum bergelut di dalamnya sebagaimana prinsip umum dari ucapan Umar radhiyallâhu ‘anhu,
“Jangan ada yang bertransaksi di pasar kami, kecuali orang yang telah memahami agama.” [Dikeluarkan oleh At-Tirmidzy dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany]
Maksud ucapan Umar radhiyallâhu ‘anhu adalah bahwa seorang pedagang muslim hendaknya mengetahui hukum-hukum syariat tentang aturan berdagang atau transaksi dan mengetahui bentuk-bentuk jual-beli yang terlarang dalam agama. Kedangkalan pengetahuan tentang hal ini akan mengakibatkan seseorang jatuh ke dalam kesalahan dan dosa sebagaimana yang telah kita saksikan perihal tersebarnya praktek riba, memakan harta manusia dengan cara batil, merusak harga pasaran, dan sebagainya di antara berbagai bentuk kerusakan yang merugikan masyarakat, bahkan merugikan negara.
Oleh karena itu, pada tulisan ini, kami akan menampilkan fatwa para ulama terkemuka di masa ini, yang telah dikenal dengan keilmuan, ketakwaan, dan semangat dalam membimbing dan memperbaiki umat.
Walaupun fatwa yang kami tampilkan hanya fatwa dari Lajnah Da`imah, Saudi Arabia, mengingat kedudukan mereka dalam bidang fatwa dan riset ilmiah, kami juga mengetahui bahwa telah ada fatwa-fatwa lain yang sama dengan fatwa Lajnah Da`imah tersebut, seperti fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy (Perkumpulan Fiqih Islamy) di Sudan yang menjelaskan tentang hukum Perusahaan Biznas (salah satu nama perusahaan MLM).
Fatwa Majma’ AI-Fiqh Al-Islamy Sudan ini dikeluarkan pada 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M, pada majelis nomor 3/24. Kesimpulan fatwa mereka terdiri dalam dua poin – sebagaimana yang disampaikan oleh Amin Âm Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan, Prof. Dr. Ahmad Khalid Ba Bakar- sebagai berikut:
“Satu, sesungguhnya bergabung dengan perusahan Biznas, dan perusahaan pemasaran berjejaring (MLM) lain yang semisalnya, adalah tidak boleh secara syar’i karena hal tersebut adalah qimar[1].
Dua, sistem perusahan Biznas, dan perusahaan-perusahaan pemasaran berjejaring (MLM) lain yang semisalnya, tidak memiliki hubungan dengan akad samsarah[2] -sebagaimana sangkaan perusahaan (Biznas) itu dan sebagaimana mereka berusaha untuk mengesankan hal itu kepada ahlul ilmi, yang memberi fatwa boleh dengan alasan bahwa itu adalah sebagai samsarah, di sela-sela pertanyaan yang mereka ajukan kepada ahlul ilmi tersebut, padahal, telah digambarkan kepada mereka, perkara yang tidak sebenarnya-.”
Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan di atas dan pembahasan yang bersamanya telah dibukukan dan diberi catatan tambahan oleh seorang penuntut ilmu di Yordan, yaitu Syaikh Ali bin Hasan Al-Halaby.
Sepanjang yang kami ketahui, dari para ulama, belum ada yang memperbolehkan sistem Multi Level Marketing ini. Memang ada sebagian dari tulisan orang-orang yang memberi kemungkinan akan kebolehan hal tersebut, tetapi tulisan itu datangnya hanya dari sebagian ulama yang sistem MLM digambarkan kepada mereka dengan penggambaran yang tidak benar -sebagaimana dalam Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan- atau sebagian orang yang sebenarnya tidak pantas berbicara dalam masalah seperti ini.
Akhirulkalam, semoga keterangan yang tertuang dalam tulisan ini bermanfaat untuk seluruh pembaca dan membawa kebaikan untuk kita semua. Wallahu A’lam.
Fatwa Lajnah Da`imah pada tanggal 14/ 3/1425 H dengan nomor (22935):
Telah sampai pertanyaan-pertanyaan yang sangat banyak kepada Al-Lajnah Ad-Dâ`imah Li Al-Buhûts Al-‘Ilmiyiah wa Al-Iftâ`[3] tentang aktifitas perusahaan-perusahaan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM)[4], seperti Biznas dan Hibah Al-Jazirah. Kesimpulan aktifitas mereka adalah meyakinkan seseorang untuk membeli sebuah barang atau produk agar orang tersebut (juga) mampu meyakinkan orang-orang lain untuk membeli produk tersebut (dan) agar orang-orang (lain) itu juga meyakinkan orang lain untuk membeli. Demikianlah (seterusnya). Setiap kali tingkatan anggota di bawahnya (downline) bertambah, orang pertama akan mendapatkan komisi besar yang mencapai ribuan real. Setiap anggota, yang dapat meyakinkan orang-orang setelahnya (downline-nya) untuk bergabung, akan mendapatkan komisi-komisi sangat besar yang mungkin dia dapatkan sepanjang berhasil merekrut anggota-anggota baru setelahnya ke dalam daftar para anggota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM).
Jawab:
Alhamdulillah,
Lajnah menjawab pertanyaan di atas sebagai berikut.
Sesungguhnya, transaksi sejenis ini adalah haram. Hal tersebut karena tujuan transaksi itu adalah komisi, bukan produk. Terkadang, komisi dapat mencapai puluhan ribu, sedangkan harga produk tidaklah melebihi sekian ratus. Seorang yang berakal, ketika diperhadapkan di antara dua pilihan, niscaya akan memilih komisi. Oleh karena itu, sandaran perusahaan-perusahaan ini dalam memasarkan dan mempromosikan produk-produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar, yang mungkin didapatkan oleh anggota, dan mengiming-imingi mereka dengan keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan dari modal yang kecil, yaitu harga produk. Maka, produk yang dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan ini hanya sekedar label dan pengantar untuk mendapatkan komisi dan keuntungan.
Tatkala ini adalah hakikat transaksi di atas, itu adalah haram karena beberapa alasan:
Pertama, transaksi tersebut mengandung riba dengan dua jenisnya: riba fadhl[5] dan riba nasî’ah[6]. Anggota membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar dari (harta) tersebut. Berarti, (transaksi) itu adalah barter uang dengan bentuk tafâdhul (memiliki selisih nilai) dan ta’khîr (tidak secara tunai). Hal ini adalah riba yang diharamkan menurut nash dan kesepakatan[7]. Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanyalah sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota (untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya) sehingga (keberadaan produk) tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi ini).
Kedua, hal itu termasuk gharar[8] yang diharamkan menurut syariat karena anggota tidak mengetahui, apakah dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak? Bagaimanapun pemasaran berjejaring atau berpiramida itu berlanjut, hal tersebut pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti. Sedangkan, anggota tidak tahu bahwa, ketika bergabung ke dalam piramida, apakah dia berada di tingkatan teratas sehingga ia beruntung atau berada di tingkatan bawah sehingga ia merugi? Dan kenyataannya adalah bahwa kebanyakan anggota piramida merugi, kecuali sangat sedikit di tingkatan atas. Kalau begitu, yang mendominasi adalah kerugian, sedang ini adalah hakikat gharar, yaitu ketidak-jelasan antara dua perkara. Yang paling mendominasi antara keduanya adalah yang dikhawatirkan. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah melarang terhadap gharar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahîh-nya.
Tiga, hal yang terkandung dalam transaksi ini, berupa memakan harta manusia secara batil, adalah bahwa tidak ada yang mengambil keuntungan dari akad (transaksi) ini, kecuali perusahaan dan para anggota yang ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lain. Hal inilah yang nash pengharamannya datang dalam firman (Allah) Ta’âla,
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil.” [An-Nisâ`: 29]
Empat, hal yang terkandung dalam transaksi ini, berupa penipuan, pengaburan, dan penyamaran terhadap manusia, adalah dari sisi penampakan produk, yang seakan-akan merupakan tujuan dalam transaksi, padahal kenyataannya adalah menyelisihi itu, serta dari sisi bahwa mereka mengiming-imingi komisi besar, yang (komisi besar itu) sering tidak terwujud. (Perkara) ini terhitung sebagai penipuan yang diharamkan. Nabi shalallâhu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Barangsiapa yang menipu, ia bukanlah dari (golongan) saya.” [Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahîh-nya]
Beliau shalallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Dua orang yang bertransaksi jual-beli berhak menentukan pilihannya (khiyâr) selama belum berpisah. Jika keduanya saling jujur dan transparan, niscaya transaksinya akan diberkati. Namun, jika keduanya saling dusta dan tertutup, niscaya keberkahan transaksinya akan dicabut.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsarah[9], (pendapat) itu tidaklah benar karena samsarah adalah transaksi (berupa) pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya dalam mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun pemasaran berjejaring (MLM), anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut. Sebagaimana maksud hakikat samsarah adalah memasarkan barang, berbeda dengan pemasaran berjejaring (MLM). Maksud sebenarnya adalah pemasaran komisi, bukan (pemasaran) produk. Oleh karena itu, orang yang bergabung (ke dalam MLM) memasarkan kepada orang yang akan memasarkan, dan seterusnya[10]. (Hal ini) berbeda dengan samsarah, (bahwa) pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan antara dua transaksi adalah jelas.
Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (pemberian), (pendapat) ini tidaklah benar. Andaikata (pendapat itu) diterima, tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut syariat (sebagaimana) hibah yang berkaitan dengan suatu pinjaman adalah riba. Oleh karena itu, kepada Abu Burdah, Abdullah bin Salam radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,
“Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba tersebar pada (tempat) tersebut. Oleh karena itu, jika engkau memiliki hak pada seseorang, tetapi kemudian dia menghadiahkan sepikul jerami, sepikul gandum, atau sepikul tumbuhan kepadamu, itu adalah riba.” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhary dalam Ash-Shahîh]
(Hukum) hibah dilihat dari sebab terwujudnya hibah tersebut. Oleh karena itu, kepada pekerja beliau yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini dihadiahkan kepada saya,” beliau ‘alaihish shalâtu wa salâm bersabda,
“Tidakkah sepantasnya engkau duduk di rumah ayahmu atau ibumu, lalu menunggu apakah itu dihadiahkan kepadamu atau tidak?” [Muttafaqun ‘alaihi]
Komisi-komisi ini hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem pemasaran berjejaring. Oleh karena itu, apapun namanya, baik hadiah, hibah, maupun selainnya, hal tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat dan hukumnya.
(Juga) hal yang patut disebut di sana adalah bahwa ada beberapa perusahaan yang muncul di pasar bursa dengan sistem pemasaran berjejaring atau berpiramida (MLM) dalam transaksi mereka, seperti Smart Way, Gold Quest, dan Seven Diamond. Akan tetapi, hukum terhadap mereka sama dengan perusahaan-perusahaan yang telah disebutkan. Walaupun sebagian (perusahaan) berbeda dengan (perusahaan) lain pada produk-produk yang mereka perdagangkan.
[Fatwa di atas ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz Âlusy Syaikh (ketua), Syaikh Shalih Al-Fauzân, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, Syaikh Abdullah Ar-Rukbân, Syaikh Ahmad Sair Al-Mubâraky, dan Syaikh Abdullah Al-Mutlaq]
Catatan Kaki :
[1] Qimar adalah seseorang mengeluarkan biaya dalam sebuah transaksi yang memungkinkan dia untuk beruntung atau merugi, (-penj.).
[2] Yaitu jasa sebagai perantara atau makelar.
[3] Yaitu komisi khusus bidang riset ilmiah dan fatwa, beranggotakan ulama-ulama terkemuka di Arab Saudi, bahkan menjadi rujukan kaum muslimin di berbagai belahan bumi, (-penj.).
[4] Kadang disebut dengan istilah pyramid scheme, network marketing, atau Multi Level Marketing (MLM), (-penj.).
[5] Riba fadhl adalah penambahan pada salah satu di antara dua barang ribawy (yaitu barang yang berlaku pada hukum riba) yang sejenis dalam transaksi yang kontan, (-penj.).
[6] Riba nasî’ah adalah transaksi antara dua jenis barang ribawy yang tidak secara kontan, (-penj.).
[7] Maksudnya adalah menurut nash Al-Qur`an dan Sunnah serta kesepakatan para ulama, (-penj.).
[8] Suatu hal yang belum diketahui akan diperoleh atau tidak, baik dari sisi hakikat maupun kadarnya, (-penj.).
[9] Maksudnya adalah jasa sebagai perantara atau makelar, (-penj.).
[10] Pengguna barang tersebut adalah anggota MLM. Hal ini dikenal dengan istilah user 100%, (-ed.).
Sumber : Hukum MLM
Termasuk masalah yang banyak dipertanyakan hukumnya oleh sejumlah kaum muslimin, yang cinta untuk mengetahui kebenaran serta peduli dalam membedakan halal dan haram, adalah Multi Level Marketing (MLM). Transaksi dengan sistem MLM ini telah merambah di tengah manusia dan banyak mewarnai suasana pasar masyarakat. Oleh karena itu, seorang pebisnis muslim wajib mengetahui hukum transaksi dengan sistem MLM ini sebelum bergelut di dalamnya sebagaimana prinsip umum dari ucapan Umar radhiyallâhu ‘anhu,
لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ
“Jangan ada yang bertransaksi di pasar kami, kecuali orang yang telah memahami agama.” [Dikeluarkan oleh At-Tirmidzy dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany]
Maksud ucapan Umar radhiyallâhu ‘anhu adalah bahwa seorang pedagang muslim hendaknya mengetahui hukum-hukum syariat tentang aturan berdagang atau transaksi dan mengetahui bentuk-bentuk jual-beli yang terlarang dalam agama. Kedangkalan pengetahuan tentang hal ini akan mengakibatkan seseorang jatuh ke dalam kesalahan dan dosa sebagaimana yang telah kita saksikan perihal tersebarnya praktek riba, memakan harta manusia dengan cara batil, merusak harga pasaran, dan sebagainya di antara berbagai bentuk kerusakan yang merugikan masyarakat, bahkan merugikan negara.
Oleh karena itu, pada tulisan ini, kami akan menampilkan fatwa para ulama terkemuka di masa ini, yang telah dikenal dengan keilmuan, ketakwaan, dan semangat dalam membimbing dan memperbaiki umat.
Walaupun fatwa yang kami tampilkan hanya fatwa dari Lajnah Da`imah, Saudi Arabia, mengingat kedudukan mereka dalam bidang fatwa dan riset ilmiah, kami juga mengetahui bahwa telah ada fatwa-fatwa lain yang sama dengan fatwa Lajnah Da`imah tersebut, seperti fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy (Perkumpulan Fiqih Islamy) di Sudan yang menjelaskan tentang hukum Perusahaan Biznas (salah satu nama perusahaan MLM).
Fatwa Majma’ AI-Fiqh Al-Islamy Sudan ini dikeluarkan pada 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M, pada majelis nomor 3/24. Kesimpulan fatwa mereka terdiri dalam dua poin – sebagaimana yang disampaikan oleh Amin Âm Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan, Prof. Dr. Ahmad Khalid Ba Bakar- sebagai berikut:
“Satu, sesungguhnya bergabung dengan perusahan Biznas, dan perusahaan pemasaran berjejaring (MLM) lain yang semisalnya, adalah tidak boleh secara syar’i karena hal tersebut adalah qimar[1].
Dua, sistem perusahan Biznas, dan perusahaan-perusahaan pemasaran berjejaring (MLM) lain yang semisalnya, tidak memiliki hubungan dengan akad samsarah[2] -sebagaimana sangkaan perusahaan (Biznas) itu dan sebagaimana mereka berusaha untuk mengesankan hal itu kepada ahlul ilmi, yang memberi fatwa boleh dengan alasan bahwa itu adalah sebagai samsarah, di sela-sela pertanyaan yang mereka ajukan kepada ahlul ilmi tersebut, padahal, telah digambarkan kepada mereka, perkara yang tidak sebenarnya-.”
Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan di atas dan pembahasan yang bersamanya telah dibukukan dan diberi catatan tambahan oleh seorang penuntut ilmu di Yordan, yaitu Syaikh Ali bin Hasan Al-Halaby.
Sepanjang yang kami ketahui, dari para ulama, belum ada yang memperbolehkan sistem Multi Level Marketing ini. Memang ada sebagian dari tulisan orang-orang yang memberi kemungkinan akan kebolehan hal tersebut, tetapi tulisan itu datangnya hanya dari sebagian ulama yang sistem MLM digambarkan kepada mereka dengan penggambaran yang tidak benar -sebagaimana dalam Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan- atau sebagian orang yang sebenarnya tidak pantas berbicara dalam masalah seperti ini.
Akhirulkalam, semoga keterangan yang tertuang dalam tulisan ini bermanfaat untuk seluruh pembaca dan membawa kebaikan untuk kita semua. Wallahu A’lam.
Fatwa Lajnah Da`imah pada tanggal 14/ 3/1425 H dengan nomor (22935):
Telah sampai pertanyaan-pertanyaan yang sangat banyak kepada Al-Lajnah Ad-Dâ`imah Li Al-Buhûts Al-‘Ilmiyiah wa Al-Iftâ`[3] tentang aktifitas perusahaan-perusahaan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM)[4], seperti Biznas dan Hibah Al-Jazirah. Kesimpulan aktifitas mereka adalah meyakinkan seseorang untuk membeli sebuah barang atau produk agar orang tersebut (juga) mampu meyakinkan orang-orang lain untuk membeli produk tersebut (dan) agar orang-orang (lain) itu juga meyakinkan orang lain untuk membeli. Demikianlah (seterusnya). Setiap kali tingkatan anggota di bawahnya (downline) bertambah, orang pertama akan mendapatkan komisi besar yang mencapai ribuan real. Setiap anggota, yang dapat meyakinkan orang-orang setelahnya (downline-nya) untuk bergabung, akan mendapatkan komisi-komisi sangat besar yang mungkin dia dapatkan sepanjang berhasil merekrut anggota-anggota baru setelahnya ke dalam daftar para anggota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM).
Jawab:
Alhamdulillah,
Lajnah menjawab pertanyaan di atas sebagai berikut.
Sesungguhnya, transaksi sejenis ini adalah haram. Hal tersebut karena tujuan transaksi itu adalah komisi, bukan produk. Terkadang, komisi dapat mencapai puluhan ribu, sedangkan harga produk tidaklah melebihi sekian ratus. Seorang yang berakal, ketika diperhadapkan di antara dua pilihan, niscaya akan memilih komisi. Oleh karena itu, sandaran perusahaan-perusahaan ini dalam memasarkan dan mempromosikan produk-produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar, yang mungkin didapatkan oleh anggota, dan mengiming-imingi mereka dengan keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan dari modal yang kecil, yaitu harga produk. Maka, produk yang dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan ini hanya sekedar label dan pengantar untuk mendapatkan komisi dan keuntungan.
Tatkala ini adalah hakikat transaksi di atas, itu adalah haram karena beberapa alasan:
Pertama, transaksi tersebut mengandung riba dengan dua jenisnya: riba fadhl[5] dan riba nasî’ah[6]. Anggota membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar dari (harta) tersebut. Berarti, (transaksi) itu adalah barter uang dengan bentuk tafâdhul (memiliki selisih nilai) dan ta’khîr (tidak secara tunai). Hal ini adalah riba yang diharamkan menurut nash dan kesepakatan[7]. Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanyalah sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota (untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya) sehingga (keberadaan produk) tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi ini).
Kedua, hal itu termasuk gharar[8] yang diharamkan menurut syariat karena anggota tidak mengetahui, apakah dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak? Bagaimanapun pemasaran berjejaring atau berpiramida itu berlanjut, hal tersebut pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti. Sedangkan, anggota tidak tahu bahwa, ketika bergabung ke dalam piramida, apakah dia berada di tingkatan teratas sehingga ia beruntung atau berada di tingkatan bawah sehingga ia merugi? Dan kenyataannya adalah bahwa kebanyakan anggota piramida merugi, kecuali sangat sedikit di tingkatan atas. Kalau begitu, yang mendominasi adalah kerugian, sedang ini adalah hakikat gharar, yaitu ketidak-jelasan antara dua perkara. Yang paling mendominasi antara keduanya adalah yang dikhawatirkan. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah melarang terhadap gharar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahîh-nya.
Tiga, hal yang terkandung dalam transaksi ini, berupa memakan harta manusia secara batil, adalah bahwa tidak ada yang mengambil keuntungan dari akad (transaksi) ini, kecuali perusahaan dan para anggota yang ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lain. Hal inilah yang nash pengharamannya datang dalam firman (Allah) Ta’âla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil.” [An-Nisâ`: 29]
Empat, hal yang terkandung dalam transaksi ini, berupa penipuan, pengaburan, dan penyamaran terhadap manusia, adalah dari sisi penampakan produk, yang seakan-akan merupakan tujuan dalam transaksi, padahal kenyataannya adalah menyelisihi itu, serta dari sisi bahwa mereka mengiming-imingi komisi besar, yang (komisi besar itu) sering tidak terwujud. (Perkara) ini terhitung sebagai penipuan yang diharamkan. Nabi shalallâhu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّيْ
“Barangsiapa yang menipu, ia bukanlah dari (golongan) saya.” [Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahîh-nya]
Beliau shalallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَهُ بَيْعِهِمَا
“Dua orang yang bertransaksi jual-beli berhak menentukan pilihannya (khiyâr) selama belum berpisah. Jika keduanya saling jujur dan transparan, niscaya transaksinya akan diberkati. Namun, jika keduanya saling dusta dan tertutup, niscaya keberkahan transaksinya akan dicabut.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsarah[9], (pendapat) itu tidaklah benar karena samsarah adalah transaksi (berupa) pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya dalam mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun pemasaran berjejaring (MLM), anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut. Sebagaimana maksud hakikat samsarah adalah memasarkan barang, berbeda dengan pemasaran berjejaring (MLM). Maksud sebenarnya adalah pemasaran komisi, bukan (pemasaran) produk. Oleh karena itu, orang yang bergabung (ke dalam MLM) memasarkan kepada orang yang akan memasarkan, dan seterusnya[10]. (Hal ini) berbeda dengan samsarah, (bahwa) pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan antara dua transaksi adalah jelas.
Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (pemberian), (pendapat) ini tidaklah benar. Andaikata (pendapat itu) diterima, tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut syariat (sebagaimana) hibah yang berkaitan dengan suatu pinjaman adalah riba. Oleh karena itu, kepada Abu Burdah, Abdullah bin Salam radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,
إِنَّكَ فِي أَرْضٍ الرِّبَا فِيهَا فَاشٍ، فَإِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ أَوْ حِمْلَ شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٍّ فَإِنَّهُ رِبَا
“Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba tersebar pada (tempat) tersebut. Oleh karena itu, jika engkau memiliki hak pada seseorang, tetapi kemudian dia menghadiahkan sepikul jerami, sepikul gandum, atau sepikul tumbuhan kepadamu, itu adalah riba.” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhary dalam Ash-Shahîh]
(Hukum) hibah dilihat dari sebab terwujudnya hibah tersebut. Oleh karena itu, kepada pekerja beliau yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini dihadiahkan kepada saya,” beliau ‘alaihish shalâtu wa salâm bersabda,
أَفَلَا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ فَتَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْكَ أَمْ لَا؟
“Tidakkah sepantasnya engkau duduk di rumah ayahmu atau ibumu, lalu menunggu apakah itu dihadiahkan kepadamu atau tidak?” [Muttafaqun ‘alaihi]
Komisi-komisi ini hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem pemasaran berjejaring. Oleh karena itu, apapun namanya, baik hadiah, hibah, maupun selainnya, hal tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat dan hukumnya.
(Juga) hal yang patut disebut di sana adalah bahwa ada beberapa perusahaan yang muncul di pasar bursa dengan sistem pemasaran berjejaring atau berpiramida (MLM) dalam transaksi mereka, seperti Smart Way, Gold Quest, dan Seven Diamond. Akan tetapi, hukum terhadap mereka sama dengan perusahaan-perusahaan yang telah disebutkan. Walaupun sebagian (perusahaan) berbeda dengan (perusahaan) lain pada produk-produk yang mereka perdagangkan.
وَبِاللهِ التَّوْفِيقِ وَصَلَّ اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ
[Fatwa di atas ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz Âlusy Syaikh (ketua), Syaikh Shalih Al-Fauzân, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, Syaikh Abdullah Ar-Rukbân, Syaikh Ahmad Sair Al-Mubâraky, dan Syaikh Abdullah Al-Mutlaq]
Catatan Kaki :
[1] Qimar adalah seseorang mengeluarkan biaya dalam sebuah transaksi yang memungkinkan dia untuk beruntung atau merugi, (-penj.).
[2] Yaitu jasa sebagai perantara atau makelar.
[3] Yaitu komisi khusus bidang riset ilmiah dan fatwa, beranggotakan ulama-ulama terkemuka di Arab Saudi, bahkan menjadi rujukan kaum muslimin di berbagai belahan bumi, (-penj.).
[4] Kadang disebut dengan istilah pyramid scheme, network marketing, atau Multi Level Marketing (MLM), (-penj.).
[5] Riba fadhl adalah penambahan pada salah satu di antara dua barang ribawy (yaitu barang yang berlaku pada hukum riba) yang sejenis dalam transaksi yang kontan, (-penj.).
[6] Riba nasî’ah adalah transaksi antara dua jenis barang ribawy yang tidak secara kontan, (-penj.).
[7] Maksudnya adalah menurut nash Al-Qur`an dan Sunnah serta kesepakatan para ulama, (-penj.).
[8] Suatu hal yang belum diketahui akan diperoleh atau tidak, baik dari sisi hakikat maupun kadarnya, (-penj.).
[9] Maksudnya adalah jasa sebagai perantara atau makelar, (-penj.).
[10] Pengguna barang tersebut adalah anggota MLM. Hal ini dikenal dengan istilah user 100%, (-ed.).
Sumber : Hukum MLM
1 komentar:
Masih mencari-cari nih kepastian ttg halal haramnya MLM...
“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]