الحمد لله رب العالمين، وبه نستعين، والصلاة والسلام على سيد المرسلين، وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد
Pembahasan kali ini berisi tentang hukum seseorang yang mengikuti sholat berjamaah, ketika shof depan sudah penuh dan ia berada pada shof kedua sendirian. Kemudian apa yang seharusnya dilakukan jika menemui hal yang demikian.
Hukum sholat sendirian di belakang shof jama’ah adalah tidak sah, sebagaimana dalam hadits Wabishoh bin Ma’bad -rodhiyallohu ‘anhu-:
أَنَّ رَسُولَ الله -صلى الله عليه وسلم- رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي خَلْفَ الصَّفِّ وَحْدَهُ, فَأَمَرَهُ أَنْ يُعِيدَ الصَّلَاةَ
“Bahwasanya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- melihat seseorang sholat sendirian di belakang shof. Kemudian memerintahkannya untuk mengulang sholatnya.”
(Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan ini adalah hadits shohih.)
Juga berdasarkan hadits ‘Ali bin Syaiban -rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لَا صَلَاةَ لِمُنْفَرِدٍ خَلْفَ الصَّفِّ
“Tidak sah sholat seseorang yang bersendirian di belakang shof.”
(Hadits riwayat Ibnu Hibban dan dalam sanadnya terdapat sedikit kelemahan, kemudian dishohihkan setelah didukung oleh hadits Wabishoh tersebut di atas).
Setelah kita mengetahui hukum permasalahan tersebut, maka ketika menemui hal tersebut hendaknya menempuh salah satu dari solusi berikut ini :
Pertama : jika memungkinkan untuk menyela masuk dalam shof tanpa berdesak-desakan, maka hendaknya dilakukan.
Kedua : jika tidak memungkinkan hal itu, maka berusaha berdiri di sebelah kanan imam dengan syarat tanpa mengganggu ketenangan para jama’ah dalam shof-shof yang ada. Hal ini diperbolehkan, karena adanya hajah.
Ketiga : jika dua hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan, karena jauhnya jarak tempat imam atau adanya masyaqqoh (susah payah), maka diperbolehkan -karena adanya hajah- untuk meminta salah seorang dari jama’ah yang ada di shof depannya untuk mundur menemainya membentuk shof baru. Hal ini dengan syarat tidak menyebabkan shof tersebut menjadi renggang dan terputus, tetapi tetap bisa dirapatkan setelah mundurnya satu orang tersebut. Jika tidak demikian, maka hal itu tidak diperkenankan untuk dilakukan.
Lalu bagaimana solusinya, jika hal itu tidak juga bisa dilakukan?
Sebagian ulama seperti Al-’Allamah Ibnu Bazz dan Al-’Allamah Al-Wadi’iy -rohimahumalloh- memfatwakan agar orang itu menunggu kedatangan jama’ah yang lain untuk membentuk shof baru bersamanya. Jika sholat jama’ah selesai dan belum mendapatkan shof, maka ia mengerjakan sholat sendirian (munfarid) dan tidak berdosa, karena kewajiban jama’ah atas dirinya telah gugur dikarenakan ketidak-mampuannya untuk membentuk shof baru atau bergabung dengan shof jama’ah yang ada. Ini adalah pendapat yang lebih kuat dan berhati-hati dalam masalah ini. Wallohu a’lam.
Ini juga merupakan tarjih dari Syaikh kami Yahya bin ‘Ali Al-Hajuriy dalam beberapa ta’lim beliau, juga Syaikh kami Muhammad bin Hizam Al-Ba’daniy -hafidzohumallohu ta’ala- dalam ta’lim kitab beliau: “Fathul ‘Allam Fii Dirosah Ahadits Bulughil Marom” (2/57-59). Wabillahit-taufiq
(ditulis: Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy –ro’ahulloh-)
Sumber : Sholat Sendirian di Belakang Shof
“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]