Sepuluh tahun seorang akhwat pernah studi di negara kafir. Pada saat kembali ke tanah air, ia meninggalkan utang kartu kredit. Saat ini, ia ingin membayar utang tersebut, tetapi ia tidak tahu bagaimana caranya karena ia sudah tidak punya data-data mengenai utang tersebut dan kemana ia harus membayarnya. Bisakah ia membayarkan perkiraan jumlah utang tersebut kepada anak yatim atau orang yang memerlukan dengan niat sebagai pelunasan utangnya dahulu?
Jawaban (Oleh al-ustadz Dzulqarnain):
Pertanyaan ini berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya (Kaidah Seputar Harta Haram). Uraian jawabannya terdiri dari beberapa sudut :
Pertama, bila kartu kredit yang digunakan mengandung pungutan riba, utang tersebut harus dipisahkan antara pokok pinjaman dan tambahan ribanya. Pokok pinjaman dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan tambahan riba tidak halal diberikan, kecuali kalau seorang berada dalam kondisi darurat dan dipaksa.
Kedua, harta pinjaman asalnya adalah milik pemberi pinjaman, baik pemberi pinjaman tersebut adalah individu maupun suatu perusahaan. Sepanjang pemiliknya diketahui, harta tersebut harus dikembalikan. Bila tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya karena keberadaan si pemilik tidak diketahui, harta tersebut disalurkan kepada jalur-jalur kebaikan dengan selalu berkomitmen untuk mengembalikan pinjaman kapan saja keberadaan pemiliknya diketahui.
Ketiga, pada kondisi seseorang menyalurkan harta yang pemiliknya tidak diketahui, harta itu boleh disalurkan kepada seluruh bentuk amalan, termasuk untuk anak yatim atau untuk penanggung utang sebagaimana yang telah dijelaskan dalam jawaban pertanyaan sebelumnya. Wallahu A’lam
Sumber : Rubrik Tanya Jawab, Majalah Bisnis Muslim edisi 01/1433/2012
Jawaban (Oleh al-ustadz Dzulqarnain):
Pertanyaan ini berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya (Kaidah Seputar Harta Haram). Uraian jawabannya terdiri dari beberapa sudut :
Pertama, bila kartu kredit yang digunakan mengandung pungutan riba, utang tersebut harus dipisahkan antara pokok pinjaman dan tambahan ribanya. Pokok pinjaman dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan tambahan riba tidak halal diberikan, kecuali kalau seorang berada dalam kondisi darurat dan dipaksa.
Kedua, harta pinjaman asalnya adalah milik pemberi pinjaman, baik pemberi pinjaman tersebut adalah individu maupun suatu perusahaan. Sepanjang pemiliknya diketahui, harta tersebut harus dikembalikan. Bila tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya karena keberadaan si pemilik tidak diketahui, harta tersebut disalurkan kepada jalur-jalur kebaikan dengan selalu berkomitmen untuk mengembalikan pinjaman kapan saja keberadaan pemiliknya diketahui.
Ketiga, pada kondisi seseorang menyalurkan harta yang pemiliknya tidak diketahui, harta itu boleh disalurkan kepada seluruh bentuk amalan, termasuk untuk anak yatim atau untuk penanggung utang sebagaimana yang telah dijelaskan dalam jawaban pertanyaan sebelumnya. Wallahu A’lam
Sumber : Rubrik Tanya Jawab, Majalah Bisnis Muslim edisi 01/1433/2012
“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]